Oleh: Nurman Ginting, M.Pd.I
Pertarungan
antara keimanan dan kebathilan telah ditaqdirkan sejak dahulu kala. Sejak Iblis
laknatullah ‘alaihi bersumpah
dihadapan Allah swt untuk melestarikan peperangan dengan hamba-hamba Allah
dengan dirinya. Sumpah ini tetap lestari sepanjang zaman. Tidak akan berubah
selama langit tidak berubah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an dalam sebuah
hadist qudsi: “Ketika iblis putus asa
dari Rahmat Allah Swt, dan ia dijauhkan dai Rahmat-Nya, maka ia bersumpah untuk
melanjutkan permusuhannya dengan anak-anak Adam As. Ia bersumpah untuk sekuat
tenaga menghalangi mereka dari jalan kebenaran.” (Ibnu Katsir, 3/383 dan
As-Sa’di, hlm. 284)
Sifat peperangan antara kebenaran dan
kebathilan adalah saling mengalahkan, menguasai dan menundukkan. Sehingga dunia
ini hanya ada di dua kondisi; dikendalikan oleh al-Islam sebagai simbol
kebenaran (alhaq) dan kebathilan tersingkirkan, bertekuk lutut dibawah al-Haq, atau dunia ini dikendalikan oleh
kebathilan untuk sementara waktu. Karena sunnatullah menegaskan,
kebatilan pasti lenyap dan kebenaran akan tegak. Allah berfirman dalam Surat
Al-Isra Ayat: 18 yang artinya: “Dan
katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap”.
Sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap”.
Ada sebuah kisah pada zaman Rasulullah
Saw yang dapat direkomendasikan terkait hal ini, yang menegaskan bahwa sanya
ada sebuah ketetatapan (takdir) antara kebenaran dan kebathilan sehinggah menjadi sebuah permusuhan. Sahabat
Amru bin ‘Ash ra berkata: “Saya belum
pernah melihat kebengisan orang-orang quraisy untuk membunuh nabi Muhammad saw,
melebihi apa yang telah aku saksikan. (Kisahnya) Suatu saat, pemuka-pemuka
Quraisy berkumpul dibawah naungan Ka’bah bermusyawarah untuk menghabisi nabi
Muhammad saw, diwaktu yang bersamaan rasulullah saw sedang melaksanakan sholat
di Maqom . Uqbah bin Abi Mu’ith berjalan menuju rasulullah saw yang sedang
sholat. Kemudian ia mengikat selendangnya ke leher rasulullah saw. Lalu
ia menyeret beliau dengan kasar. Hingga rasulullah saw jatuh terjerembab.
Orang-orang disekitar itu berteriak mengira nabi saw meninggal. Datanglah Abu
Bakar ra menyibak kerumunan manusia. Lalu beliau mengangkat lengan rasulullah
saw, seraya berteriak (kenapa kalian membunuh orang ini hanya lantaran mengucapkan
lailaha illallah, tiada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah swt. Beberapa
saat kemudian, orang-orang membubarkan diri, termasuk si Uqbah –la’anahullah-.
Lalu rasulullah saw bangun melaksanakan sholat. Setelah sholat, beliau lewat
dihadapan pemuka Quraisy yang sedari duduk di dekat Ka’bah. Dengan lantang
beliau berseru, “Wahai segenap orang Quraisy, sungguh demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, aku tidak datang kepada kalian kecuali dengan untuk
menyembelih.” Sambil menunjuk kearah leher beliau saw. “Wahai Muhammad
aku bukan manusia tolol.” Teriak Abu Jahl yang menanggapi seruan
rasulullah saw. Beliau saw menjawab, “Engkau, wahai Abu Jahl, bagian dari
mereka (yang akan disembelih).” (HR. Ibnu Abi Syaibah).
Demikianlah bahwa permusuhan dan
peperangan antara keberanan (haq) dan kebhatilan itu akan terus ada sampai
hingga akhir zaman kelak. Maka, bagi umat muslim untuk mempersiapkan dirinya
agar dapat terhindar dari kebathilan yang semangkin nyata terbentang dihadapan
kita saat ini. Perkuat keimanan dan keshalihan sebagai umat muslim, dengan
melaksanakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya. Semoga setiap niat yang baik
serta kebaikkan yang kita lakukan akan menjadi tameng bagi kita untuk terhindar
dari kebathilan.
*Penulis adalah Dosen FAI UMSU
0 Komentar