Oleh:
Nurman Ginting, S.Pd.I.,M.Pd.I
Kejujuran dan
keadilan adalah ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Karena
kejujuran tidak mungkin terwujud tanpa adanya keadilan dan begitu juga keadilan
tidak mungkin tercapai tanpa adanya kejujuran. Seseorang tidak mungkin
dikatakan adil, kalau ia tidak memiliki sifat jujur, demikian juga seseorang
tidak mungkin dikatakan jujur, kalau ia tidak memiliki sifat adil. Namun, kedua
istilah tersebut di atas, sekarang ini, sangat sulit kita temukan pada diri seseorang
dan kelompok atau lembaga, bahkan, sudah menjadi sesuatu yang langka. Dan
persoalan ini juga, yang sekarang membuat masyarakat resah dan gelisah, kemana
masyarakat harus mencari keadilan dan kejujuran. Lembaga-lembaga yang
sebelumnya dijadikan sebagai tempat mereka menyampaikan keluhan tentang
ketidakadilan dan ketidakjujuran, sekarang ini, tidak bisa lagi diharapkan.
Oleh karena itu, masalah pertama yang coba kita uraikan dalam pembahasan ini
adalah tentang keadilan.
Keadilan secara umum dimaknai sebagai jalan untuk menegakkan
hukum Allah SWT atau menerapkan hukum sesuai dengan syari’at yang telah
diwahyukan oleh Allah SWT kepada para rasul dan para nabi. Keadilan juga
merupakan sebuah kewajiban kepada pemimpin bahkan para nabi dan rasul serta keadilan
merupakan dasar utama dalam syari’at Islam dan juga merupakan tujuan akhir dari
penegakan hukum Islam itu sendiri baik terhadap ummat Islam ataupun kepada para
musuhnya. Keadilan adalah penegak alam semesta di dunia dan akhirat serta atas
dasar keadilanlah tegaknya langit dan bumi. Keadilan adalah tonggak dasar bagi
sebuah pemerintahan dan kekuasaan sedangkan kedhaliman adalah sebuah jalan yang
akan menghancurkan peradaban dan kekuasaan.
Dalam al-Qur’an banyak ayat yang memerintahkan untuk
ditegakkannya keadilan dan kemudian dikuatkan lagi oleh hadist-hadist nabi
serta dipraktekkan oleh para sahabat dalam kehidupan masyarakat. Di antara
ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang pentingnya terwujud nilai-nilai
keadilan dalam kehidupan masyarakat adalah surah an-Nahl ayat 90 yang berbunyi:
Artinya: “Allah menyuruh manusia untuk
selalu berbuat adil dan berbuat baik dan juga menyuruh manusia untuk memberi
nafkah kepada kerabat serta melarang manusia untuk berbuat keji dan mungkar”.
Dan juga surat an-Nisaa ayat 58 yang berbunyi: Artinya: “Dan Jika kamu menetapkan hukum di antara
manusia, maka putuslah atau tetapkanlah hukum itu secara adil”.
Islam dalam
menerapkan keadilan tidak hanya diberlakukan untuk orang muslim dengan muslim
lainnya, tetapi, kaum muslimin baik secara individu ataupun secara kelompok
diperintahkan untuk selalu berlaku adil kepada siapapun juga. Artinya Islam
melarang kaum muslimin mendhalimi, menganiaya serta berlaku tidak adil kepada
non muslim sekalipun. Maka, tidak benar isu yang berkembang di masyarakat
sekarang ini, bahwa orang Islam adalah orang yang intoleran kepada kaum
minoritas atau agama lain dan atau kepada kelompok minoritas politik tertentu.
Dan Ini hanyalah propaganda yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak senang
dengan ajaran Islam. Padahal, ajaran Islam sangat toleran dan menghormati
keberadaan kelompok minoritas baik dalam agama, suku, sosial, politik dan
kelompok lainnya.
Islam juga
menjawab klaim atau kritikan dari orang-orang yang mengatakan bahwa syari’at
Islam tidak menjaga hak-hak kaum minoritas. Padahal, Islam sangat memperhatikan
dan menjamin hak hak mereka secara jelas dan tegas. Bahkan, kadang-kadang
toleransi yang dibangun dan
yang dipraktekkan dalam Islam dan kehidupan sehari-hari, sudah melebihi apa
yang seharusnya dilakulan oleh ummat Islam terhadap kaum minoritas.
Hal ini
tercermin misalnya, dimana mereka (kaum minoritas), tidak dibebankan kewajiban
dan boleh meninggalkan sesuatu yang harus dilakukan dan dibebankan kepada ummat
Islam dalam menjalankan ajaran agamanya, mereka juga bebas dan tidak dilarang
untuk menyiarkan agamanya serta tidak ada pemaksaan kepada mereka untuk tunduk
kepada ajaran Islam serta Islam juga melarang ummatnya mengganggu fisik, harta
dan kehormatan mereka serta sembahan-sembahan mereka.
Berkaitan dengan
hal ini, Rasulullah SAW melarang untuk memusuhi kaum minoritas seperti hadist
dari Abu Daud dan al-Baihaqi, yang berbunyi: Artinya: “Ketahuilah, barang siapa
yang mendhalimi kafir dhimmi (non muslim yang terikat perjanjian), atau ada
orang yang mengurangi haknya, atau ada yang membebankan sesuatu yang tidak
sanggup mereka lakukan atau mengambil haknya secara dhalim atau curang, maka ia
akan menjadi musuhku di akhirat kelak.”. Dan juga hadist dari al-khatib dari
Anas, yang berbunyi: Artinya: “Barang siapa yang menyakiti kafir Dhimmi (non
muslim), maka ia akan jadi musuhku, barang siapa yang menjadi musuhku di dunia,
maka ia juga akan menjadi musuhku di akhirat kelak”.
Bahkan, ada nash
yang khusus, dimana Allah SWT memerintahkan kaum muslimin berlaku adil terhadap
lawan atau musuh, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al- Maidah ayat 8
berbunyi: Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman tegakkanlah kebenaran karena
Allah dan bersaksilah dengan adil dan jangan sampai kebencianmu kepada suatu
kaum membuat kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah kamu, karena keadilan
itu, lebih dekat dengan ketaqwaan dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah, maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Islam tidak
hanya menuntut ummatnya untuk berlaku adil, akan tetapi, Islam juga
mengharamkan berbuat sesuatu yang melawan dari keadilan itu sendiri yaitu
kedhaliman dengan larangan secara jelas dan tegas, sebagaimana firman Allah
dalam al-Qur’an, surat Ibrahim, ayat ke 42 yang berbunyi: Artinya: “Janganlah
kamu kira Allah SWT lalai terhadap apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang
berbuat dhalim, akan tetapi, Allah menangguhkannya sampai suatu hari yang
semua mata akan terbelalak (melihatnya)”. Juga hadist Qudsi yang diriwayatkan
oleh Muslim dari Abi Dzar al-Ghifari yang berbunyi: Artinya: “Wahai hambaku,
sesungguhnya aku mengharamkan kedhaliman pada diriku sendiri dan juga aku
mengharamkan kedhaliman itu pada kalian, oleh karena itu, janganlah kalian
saling mendhalimi”.
Keadilan tidak
hanya diterapkan antara individu dengan individu yang lain, tetapi, keadilan
yang lebih penting dan lebih besar efeknya adalah penerapan keadilan yang
menyangkut dengan kepentingan publik atau masyarakat luas seperti keadilan
seorang pemimpin dalam menjalankan pemerintahannya, Sebagai contoh dan sejarah
juga mencatat, Rasulullah SAW, Abu Bakar As-Shiddieq, Umar bin Khatab, Ustman
bin Affan dan Ali bin Abi Thalib serta Umar bin Abdul Aziz, mereka adalah
orang-orang yang telah berhasil dalam menjalankan pemerintahannya karena
berpijak, berpihak dan mewujudkan serta menegakkan keadilan dalam
kepemimpinannya, seperti menjalankan kewajibannya sebagai seorang pemimpin dan
kemudian diikuti dengan memenuhi hak-hak rakyatnya, baik hak-hak individu
maupun hak-hak masyarakat secara umum.
Sebaliknya, di
Indonesia, hancurnya orde lama dan orde baru juga didominasi oleh faktor
ketidakadilan atau kedhaliman terhadap hak-hak rakyatnya. Di Tunisia, Bourghiba
dan Zain bin Ali, runtuh kekuasaanya, juga karena kedhaliman yang merajalela
yaitu berkhianat terhadap hak-hak rakyat serta mengabaikan amanat rakyat yang
telah dibebankan dipundak mereka. Begitu pentingnya nilai-nilai keadilan yang
harus diwujudkan oleh seorang pemimpin dalam pemerintahannya, maka Rasulullah
SAW mengingatkan kepada kita bahwa Allah SWT sangat mencintai pemimpin yang
adil dan sangat benci kepada Pemimpin yang dhalim, yaitu pemimpin yang berlaku
sewenang-wenang kepada rakyatnya dan senantiasa mengabaikan hak-hak rakyatnya
atau ingkar dari janji-janjinya.
*Penulis adalah Dosen FAI UMSU
0 Komentar