Oleh : Faizal Lubis, MA
Dalam
sejarah perpolitikan negeri, kekisruhan dalam partai politik bukanlah hal yang
baru dan merupakan fenomena paling menonjol dan paling mengganggu dalam waktu menjelang
pesta demokrasi. Setiap pesta demokrasi akan dilaksanakan, kegaduhan politik
tidak pernah berhenti dengan berbagai dampak negatif pada penyelenggaraan
negara dan pembangunan. Karena dengan kekisruhan politik yang terjadi akan
menimbulkan persepsi yang berbeda-beda dalam pemikiran masyarakat. Sebagai
pilar penentu arah dan tujuan negeri partai politik harusnya bisa menjaga
stabilitasnya agar bisa mengambil empati dari masyarakat. Dengan menjaga stabilitasnya,
parpol juga akan dapat berbuat kebaikan bagi masyarakat dan pemerintahan, yaitu
memberikan ketenangan dan kemantapan bagi pemerintah menjalankan pemerintahan
dan pembangunan.
Namun, kenyataan
yang sering kita saksikan dalam setiap perhelatan pesta demokrasi akan
dilaksanakan sampai sekarang, kekisruhan politik menyangkut parpol tidak mereda
dan bahkan makin sering dipertontonkan dimedia, tetap terus berlanjut dengan
gejala kian meningkat. Kegaduhan politik ini jelas mengganggu konsolidasi
politik dan demokrasi yang selama ini diagung-agungkan bersama, serta akan
mengganggu juga bagi pemerintah untuk bisa bekerja dengan baik. Kekisruhan
politik terjadi pada beberapa tingkatan, mulai dari internal partai politik
hingga eksternal partai politik yang ada. Kegaduhan politik pada kedua ranah
politik itu pada gilirannya juga berimbas pada level pemerintahan. Bahkan, pada
Pemilu tahun 2019, kekisruhan internal dan eksternal telah melanda beberapa
partai politik yang ada, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan sikap dalam
dukungan kepada salah satu dari dua pasang Calon yang bertarung untuk
memperebutkan empuknya kursi Istana Negara. Kegaduhan politik dalam internal
partai pada akhirnya bisa memunculkan sebuah ekspresi otoritarianisme.
Akibat
dari kegaduhan partai politik yang sering dipertontonkan, menunjukkan bahwa belum
tercapainya kedewasaan dalam berdemokrasi di negeri ini. Publik tampaknya mesti
harus bersabar dan bijak dalam menyikapi persoalan ini. Sikap saling
mempertontonkan keburukan atar partai politik dalam setiap pelaksanaan pesta
demokrasi merupakan indikasi bahwa proses demokrasi di negeri ini masih perlu
untuk dipertanyakan. Mengamati gejala dan ekspresi kegaduhan politik yang terus
dipertontonkan sampai saat ini, kita takut akan menimbulkan kesengsaraan bagi
masyarakat luas. Karena dengan adanya kekisruhan yang terjadi didalam partai
politik akan menimbulkan terbentuknya kubu dalam partai tersebut, dan hal ini
akan berimbas pada kehidupan masyarakat luas.
Melihat
dari penomena yang sering terjadi Indonesia tampaknya pas untuk masuk ke dalam
kategori negara yang rentan dengan konflik politik. Dengan masuk kategori ini,
Indonesia "kian lengkap" karena sebelumnya sudah termasuk kategori masyarakat yang rentan dengan konflik antar masyarakat,
antar etnis, dan antar agama. Mengapa Indonesia sangat rentan konflik politik?
Pada satu segi disebabkan konsolidasi demokrasi belum sepenuhnya terwujud.
Reformasi lembaga politik seperti parpol telah berlangsung sejak 1998, tetapi
reformasi budaya politik tidak terjadi secara signifikan. Budaya politik lama
semacam otoritarianisme dan nepotisme politik terus bertahan dalam berbagai
ekspresinya. Dengan demikian, budaya politik demokratis tidak sepenuhnya
terwujud dalam parpol. Parpol dikuasai oligarki yang tidak memberikan ruang
bagi dialog dan akomodasi terhadap pendapat yang berbeda.
Selama
ini yang kita saksikan kepemimpinan partai politik mulai dari tingkat pusat
sampai ketingkat daerah seakan lebih condong kepada menciptakan dinasti dalam
pemerintahan. Dimana keanggotaannya bisa mendominasi pemerintahan yang ada
mulai dari pusat sampai kedaerah dengan memenfaatkan pemilu. Parpol yang rawan
konflik internal jelas tidak bisa dibiarkan berlanjut. Reformasi kepartaian
dalam partai politik nampaknya sangat diperlukan agar demokrasi Indonesia dapat
terus terkonsolidasikan sehingga pemerintahan dapat berfungsi lebih efektif.
Untuk itu kita berharap agar, partai politik yang ada dinegeri ini perlu untuk
berbenah diri agar proses pendewasaan dalam berdemokrasi bisa tercapai dengan
baik. Karena Partai politik tidak akan pernah bisa kuat jika dalam internal
partai politik itu sendiri sering berbeda sikap, sering berganti parpol atau
mendirikan parpol baru karena tiadanya budaya politik dialog dan musyawarah,
toleransi, dan akomodasi.
Partai politik
perlu untuk mengubah praktik politik yang lebih berdasarkan personal ”orang
kuat” daripada anggota dan masyarakat luas. Tak kurang pentingnya, parpol mesti
terus merevitalisasi anggotanya yang ada dipartai; tidak memerlukan anggota dan
simpatisan hanya pada waktu pemilu/pilkada. Kita berharap agar kedewasaan dalam
berdemokrasi akan dapat tertanam dalam Partai politik dan dalam jiwa
masyarakat, sehingga kedamaian dan ketentraman akan tercapai dengan baik, dan
roda pemerintahan akan berjalan dengan efektif sehingga akan tercipta
masyarakat yang adil dan makmur. Dalam hal ini juga kita berharap partai
politik dapat menampilkan politik kerakyatan yang dapat menciptakan keadilan
dan kemakmuran bagi masyarakat. Dengan demikian semboyan Bhinneka Tunggal Ika
akan tetap tertanam dengan baik dalam jiwa pemimpin dan masyarakat Indonesia.
(Dosen PPKN FAI UMSU)
0 Komentar